“Pa’ Tani itoelah penolong negeri apabila keperloean menghendakinja dan di waktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean negeri, jaitoe diwaktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.”
Demikian Hadhratusyekh KH Hasyim Asy’ari dalam sebuah tulisan beliau pada 15 Januari 1944 M Keoetamaan Bertjotjok Tanam dan Bertani yang dimuat majalah Soeara Moeslimin Indonesia. Dalam tulisan tersebut, Mbah Hasyim menyoroti pentingnya peran serta posisi petani dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah bangsa. Bahkan, beliau dengan tegas menyatakan keyakinannya bahwa petani merupakan salah satu benteng pertahanan terakhir dari negara.
Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), baru-baru ini memaparkan pandangannya mengenai sejumlah tantangan, termasuk krisis energi, pangan, ekonomi, serta perubahan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi dan situasi geopolitik yang berkembang. Bagi beliau, tantangan-tantangan tersebut perlu diubah menjadi peluang bagi Indonesia melalui inovasi besar.
Pada acara Sidang Terbuka Dies Natalis ke-60 Institut Pertanian Bogor (IPB), Presiden Jokowi berbicara mengenai cara Indonesia dapat mengatasi tantangan tersebut, khususnya krisis pangan yang sedang berkecamuk. Pertumbuhan populasi yang terus meningkat, dampak perubahan iklim seperti fenomena super El Nino yang membawa panjangnya masa kemarau, dan situasi geopolitik yang kompleks seperti konflik antara Rusia dan Ukraina, manajemen krisis pangan menjadi semakin penting.
Pengembangan inovasi yang dapat membantu mengatasi krisis pangan perlu dilakukan. Presiden Jokowi meyakini bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi lumbung pangan dunia jika mampu mengelola tantangan ini dengan cerdas.
Baca juga : Ragam Maulid Nabi, Bukti Akulturasi
Pendekatan inovatif dalam menghadapi krisis pangan juga ditekankan oleh seorang pakar dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Prof Noer Azam Achsani. Pada sebuah seminar dengan tema “Volatilitas Harga Kedelai dan Solusinya,” Prof Achsani merujuk pada pelajaran yang dapat diambil dari kisah Nabi Yusuf dalam Al Quran.
Prof Achsani mengungkapkan bahwa Nabi Yusuf memberikan tiga solusi untuk mengatasi krisis pangan.
- Pertama, adalah usaha bercocok tanam dengan sungguh-sungguh, dengan memperhatikan aspek benih, pupuk, teknologi, serta tantangan alam.
- Kedua, adalah perlunya penyimpanan dan pengawetan makanan dalam jangka menengah.
- Ketiga, adalah pengendalian konsumsi dan pengaturan pola makan dalam jangka pendek.
Prof Achsani menyebut Nabi Yusuf sebagai “The Best Economist Ever” karena ajarannya yang bijaksana dalam manajemen pangan dan ekonomi. Beliau menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan yang sesungguhnya, bukan sekadar keinginan, serta menjalankan manajemen stok yang efektif.
Melalui pemikiran Presiden Jokowi dan pembelajaran dari kisah Nabi Yusuf ini, Indonesia memiliki landasan kuat untuk menghadapi krisis pangan dengan inovasi, manajemen yang cerdik, dan semangat untuk berubah menjadi lumbung pangan dunia.
Sumber: NU Online dan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia