Dewasa ini, topik mengenai kehidupan dan sosial ramai diperbincangkan masyarakat, khususnya melalui media sosial. Salah satu topik yang cukup menyita perhatian adalah pembicaraan mengenai hidup bahagia. Orang-orang seakan berlomba-lomba untuk menggapai kebahagiaan itu. Banyak dari mereka yang kemudian membagikan berbagai momen kebahagiaannya di media sosial dengan postingan foto, video, tulisan, dll.

Berangkat dari hal tersebut, munculah banyak perspektif tentang kebahagiaan. Ada  yang mendefinisakan bahagia apabila dapat bermanfaat untuk orang lain, atau memiliki waktu dengan keluarga. Sebagian yang lain mendefinisikan bahagia apabila sehat, bahkan tak jarang juga mendefinisikan bahagia apabila memiliki uang atau jabatan. Dari sekian banyaknya definisi bahagia, bagaimana para ulama mendefinisikan bahagia dan bagaimana cara untuk hidup bahagia?

Imam Al-Ghazali mengartikan bahagia atau kebahagiaan sebagai sebuah proses yang bisa diraih oleh setiap orang. Beliau kemudian memperjelas memperjelas lagi dalam risalahnya Kimiya’ as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan) bahwa orang-orang yang tekun yang mampu mendapatkan kebahagaiaan. Bukan laku jalan dan laku orang biasa.

KH. Abdul Wahib Qohar seorang ulama sekaligus anggota  Majlis Ifta wal Irsyad Idarah Syu’biyyah JATMAN Kabupaten Rembang lebih lanjut menjelaskan mengenai kiat-kiat kunci hidup bahagia di dunia. Beliau memaparkan bahwa terdapat tiga kunci bahagia di dunia.

Kunci kebahagiaan yang pertama yaitu dzikir. Dzikir yang dimaksud ialah mengingat Allah SWT baik melalui hati maupun lisan. Tafsir al-Misbah [6]: 599 menjelaskan bahwa dzikir berarti mengucapkan dengan lidah yang kemudian maknanya berkembang menjadi “mengingat”. Hal ini dikarenakan pada umumnya ketika seseorang mengingat sesuatu, biasanya akan termanifestasi dalam ucapannya juga. Maka dari itu, dengan mengingat Allah akan menjadikan seseorang juga menyebutNya. Demikian pula sebaliknya.

Berkaitan dengan dzikir, Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28 sebagai berikut:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْب

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13] ayat 28)

Kunci kebahagiaan yang kedua yaitu shalawat. Shalawat dibaca 100x setiap habis shalat. Shalawat menjadi kunci bahagia karena shalawat langsung menyambungkan kita dengan Rasulullah SAW. Bahkan Rasulullah SWT pernah bersabda:

  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ مِنْ اَفْضَلِ اَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَاَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَاِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ رواه ابو داود

Artinya: “Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat di hari itu, karena shalawat kalian dihaturkan kepangkuanku”

Kiai Wahib menjelaskan bahwa kunci kebahagiaan yang ketiga yaitu qonaah. Qonaah merupakan sikap merasa cukup atau sikap kerelaan hati dalam menerima segiap nikmat yang diberikan Allah SWT. Qonaah juga merupakan kekayaan yang tidak akan habis. Qanaah menjadikan batin seseorang menjadi lapang dan tidak memperbudak diri untuk mengejar kebahagiaan yang didapatkan orang lain.

عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم القناعة كنزُ لا يفنى

Artinya, “Dari Jabir bin Abdillah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Qanaah itu gudang kekayaan yang tidak akan sirna,’” (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 90).

Semoga kita senantiasa bisa mengamalkan ketiganya dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam.

 

Sumber: Inilah Tiga Kunci Hidup Bahagia di Dunia – JATMAN Online

Adab atau tata krama cukup ramai diperbincangkan dalam beberapa dekade terakhir. Pasalnya, akhlak menjadi suatu hal yang penting dan sebagai benteng dari segala macam dampak teknologi yang merubah tatanan pola pikir masyarakat. Penggunaan teknologi, globalisasi, perubahan gaya hidup, keterbukaan, dan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap menjaga adab atau tata krama yang baik dalam berinteraksi.

Adab menurut KBBI memiliki arti kehalusan budi pekerti, kesopanan, dan akhlak. Sementara itu, adab (بدا) secara harfiah memiliki arti budi pekerti, tata karma, atau sopan santun. Arti adab secara keseluruhan berarti segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak, serta tata krama.

Baca juga: Sehatkah Makan sambil Minum Teh ? – Ma’had Jawi (mahadjawi.com)

Dalam Al-Quran telah dijelaskan tentang tata cara berperilaku di masyarakat termasuk di dalamnya adab bertamu. Bertamu merupakan salah satu tradisi yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu kala. Adab bertamu juga menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan agar tercipta suasana yang nyaman dan harmonis antara tamu dan tuan rumah.  Tata krama atau adab bertamu diatur dalam QS. An-Nur ayat 27 yang berbunyi:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ وَتُسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”

Terkait dengan mengucapkan salam pada saaat bertamu, perlu ditelaah lebih lanjut lagi, disesuaikan dengan kondisinya. Apabila sekiranya tuan rumah sedang melakukan kegiatan sesuatu yang belum bisa menjawab salam, makan misalnya, maka sebaiknya tidak salam dulu karena dapat mengganggu tuan rumah yang sedang makan (dapat tersedak).

Gus Baha, dalam salah satu kajiannya menjelaskan bahwa ketika dalam situasi yang demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah kenyamanan tuan rumah.

“Ada ayat حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ , dari ayat ini ukurannya bukan salam dulu, tapi nyaman. Kamu merasa nyaman dulu,” ungkap beliau.

Selain kenyamanan, hal yang perlu diperhatikan dalam bertamu yaitu tingkat keakraban, jam kosong, dan kebutuhan tuan rumah. Apabila memang belum akrab atau bahkan belum kenal dengan tuan rumah, maka jam bertamu menjadi sangat penting diperhatikan. Jangan sampai bertamu ketika tuan rumah sedang beristirahat sehingga dapat mengganggu tuan rumah.

Sumber: NU Online

Bulan Sya’ban merupakan bulan ke-delapan dalam kalender Islam. Bulan ini sering dianggap sebagai penghubung antara bulan Rajab dan Ramadan, dan dianggap sebagai bulan yang penuh dengan berkah dan keutamaan. Pembahasan bulan Syaban merujuk pada Kitab Maadzi fi Syaban yang artinya “Ada apa di bulan Syaban?” Kitab ini disusun oleh putra seorang ulama di kawasan Rusaifah di sebelah utara pusat Kota Mekah, yaitu Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasaniy. Saat ini, beliau sudah berpulang ke Ramahatullah. Namun, majelis ilmu di Rusaifah masih terus hidup yang dihadiri oleh murid-murid dari segala penjuru dunia. Beliau adalah pakar hadis dan menjadi guru khususnya ulama Ahlul Sunnah wal Jamaah.

Kitab tersebut dimulai dengan membahas nama Syaban. Secara bahasa, syaban setidaknya mimiliki 3 (tiga) arti, yaitu:

  1. Bulan yang memiliki banyak cabang-cabang kebaikan
  2. Tersebar luas nampak dengan jelas/istimewa
  3. Jalan yang berada di pegunungan

Dari sisi nama, kemuliaan bulan Syaban sebagai gerbang masuknya orang beriman menuju bulan Ramadhan.

Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di bulan Syaban, yang sekaligus dijadikan sebagai penuntun bagi umat muslim:

  1. Taahwilul Qiblah, yaitu diubahnya kiblat dari Baitul Maqdis menjadi ke arah Kabah, yang sekaligus sebagai isyarat dari Allah agar umat muslim melakukan instropeksi diri dan memperbaharui orientasi hidup. Diantaranya  adalah untuk ibadah kepada Allah, sesuai dengan firman Allah:”Tidaklah aku ciptakan Jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS Adz-Dzaariyaat: 56). Ayat ini mengajarkan bahwa hidup dengan orientasi ibadah adalah kebahagiaan dan kenikmatan sejati di dunia dan di akhirat bersama orang-orang sholeh
  2. Rof’ul Amal, yaitu pada bulan Syaban, amal-amal dilaporkan kepada Allah sebagai pelaporan akbar dan pelaporan yang paling luas atau dapat dianalogikan dengan laporan tahunan. Rasulullah SAW selalu berpuasa di bulan Syaban, karena beliau ingin agar saat Malaikat melaporkan tahunan, Rasulullah dalam keadaan sedang berpuasa.
  3. Syahru sholawati ‘ala Nabiyi shalallahu alaihi wassalam, yaitu bulan Syaban adalah bulan shalawatnya kepada Rasulullah. Diantara keistimewaan bulan Syaban adalah Allah menurunkan ayat yang memerintahkan untuk bersholawat dan menyampaikan salam kepada Rasulullah, yaitu dalam QS Al Azhab 56:

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Jika ayat tersebut diperhatikan, terlihat bahwa tidak ada perintah ibadah seperti perintah bersholawat kepada Nabi SAW, karena diawali dengan penegasan bahwa Allah dan Malaikat bersholawat kepada Rasulullah. Artinya, sholawat adalah ibadah yang istimewa. Sekaligus ayat itu menjelaskan bagaimana sholawat kepada Rasulullah dengan benar, yaitu sholawat yang lengkap adalah sholawat dan salam, Allahuma shollu ‘alaihi wa sallimuu tasliima.

Selain laporan tahunan, adapula Ar-Rof’ul Shouri yaitu laporan harian. Dalam hadis disebutkan bahwa waktu untuk laporan harian adalah ba’da zawal saat dzuhur. Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang menjaga 4 rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat setelah dzuhur, maka Allah haram akan dirinya dari siksa Neraka” (Hadis at-Tirmidzi Nomor 428). Jumhur ulama termasuk Imam Nawawi berpendapat bahwa lebih utama melaksanakan shalat qabliyah dan ba’diyyah dzuhur masing-masing 2 rakaat atau 4 rakaat dengan 2 salam.

Baca juga: Menolong Kucing Kecil Kedinginan, As-Syibli Diampuni Segala Dosanya (mahadjawi.com)

Dengan demikian, waktu dzuhur adalah waktu istimewa. Rasulullah SAW bersabda: “Waktu sebelum dzuhur adalah saat pintu-pintu langit dibuka oleh Allah, aku ingin ada amal sholeh yang diangkat ke langit“. Jika Rasulullah yang ma’sum (terjaga dari dosa) berdoa seperti itu, hal ini berarti menjadi motivasi umat muslim untuk melakukan banyak perbaikan dari begitu banyaknya dosa di masa lalu.

Dalam kitab tesebut juga disebutkan keutamaan, keistimewaan dan hakikat sholawat kepada Rasulullah: “Orang yang bersholawat pada Nabi, Allah akan bersholawat kepadanya 10 kali“. Dan ada riwayat lain yang menjadi penyelamat dan pembela kita yang kurang ibadahnya di dunia.

Ada sebuah riwayat, seorang pemabuk yang bertanya pada guru cara mengatasi mabuknya. Lalu, ia dibimbing oleh gurunya dengan memintanya agar pemabuk itu membaca sholawat untuk nabi berulang kali. Sampai lidahnya terasa manis, menggetarkan hati, dan muncul kerinduan kepada Rasulullah SAW.

Syaban adalah bulan bersholawat. Mari kita persiapkan sebaik-baiknya diri kita untuk ibadah di bulan Ramadhan. Para shalafush sholeh telah berdoa 3 bulan sebelum Ramadhan, yaitu doa tanpa putus agar dapat merasakan bulan Ramadhan sejak bulan Rajab, dan agar diberikan kesehatan dan kekuatan selama di bulan Ramadhan: “Ya Allah Berkahi di bulan Rajab dan Syaban, dan sampaikan serta pertemukan kami kembali dengan bulan Ramadhan”.

Semoga kita senantiasa termotivasi untuk meningkatkan ibadah mempersiapkan diri kita sebaik-baiknya untuk memasuki bulan Sya’ban dan Ramadhan, serta berdoa semoga seluruh ibadah kita diterima Allah SWT. Aamiin

Penulis: Hamzah Alfarizi

Dinukil dari: Keutamaan Bulan Syaban dalam Kitab Maadzi fi Syaban Karya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki (jatman.or.id)

Kali ini, saya coba ikut memberikan pandangan soal tinta hitam yang beberapa waktu lalu cukup viral di facebook.
Kajian Struktur Anatomi dan Biokimia
Hampir semua anggota ordo Coloidea memiliki kantung tinta (ink sac) dan menghasilkan tinta (ink), kecuali nautoloidea (Lihat Gambar). Sotong dan cumi-cumi itu berbeda (spesies) hewan, namun masuk dalam anggota Coloidea. Jadi, hewan laut yang menghasilkan tinta hitam TIDAK hanya SOTONG (yang umum masyarakat disebut cumi-cumi). PERBEDAAN sotong dan cumi adalah sotong bertubuh pipih dan cumi bertubuh silinder.
Dimana letak kantung tinta hitamnya?
Tinta hitam (black ink) pada cumi/sotong secara anatomi itu memiliki kantung tinta (ink sac) yang khusus dan berbeda dengan sistem pencernaan (lambung-usus). Namun, tinta itu saat dikelurkan melewati lubang anus. Poinnya adalah TEMPAT dibuat dan disimpannya BERBEDA, NAMUN lubang keluarnya SAMA, yaitu ANUS.
Letak kantung tinta tersebut berada di DALAM TUBUH cumi/sotong, membentuk sebuah struktur berongga berisi cairan yang berada di dalam tubuh (divertikulum), yaitu lebih tepatnya di belakang usus. Tinta tersebut sewaktu-waktu dapat dikeluarkan BILA cumi/sotong mendapatkan ancaman dari pemakannya (predatornya).
Apa isi tinta hitam itu?
Tinta tersebut sebagian besar adalah melanin. Melanin ada sebagian besar organisme mulai hewan, tumbuhan, jamur, dan bakteri, yang memiliki fungsi berbeda-beda. Pada manusia, melanin merupakan pigmen yang secara alami memberi warna pada bola mata, rambut, dan kulit manusia.
Apa fungsi tinta hitam?
Tinta hitam ini digunakan oleh cumi/sotong untuk pertahanan diri dari predator (anti-predator defense), baik secara langsung dengan mengelabuhi secara visual atau tidak langsung seperti sebagai isyarat untuk memberitahukan ada predator kepada teman-temannya. Melamin ini adalah antikoksidan yang berfungsi fotoprotektif (menjaga dari sinar) di mata, kulit, dan jaringan yang lain. Manfaat tinta ini pada manusia dapat digunakan untuk obat, antibakteri, potensi antikanker, anthipertensi, efek hematopoetic, antiinflamasi, antioksidan, pewarna kosmetik, seni lukis dan sebagainya. Menurut para peneliti, jenis tinta yg dikeluarkan ini memiliki 6 tipe.
Sumber Tulisan ini Bisa dicek di paper: “Chepalopod Ink: Production, Chemistry, Function, and Application“. Marine Drugs 2014
Kajian Fiqih Tinta Hitam
Masalah tinta hitam ini ulama berbeda pendapat. Syaikh Thaifur Ali Wafa dalam kitab “Bulghah At-Tullab” (Hal 106) berpendapat bahwa bila cairan tinta tersebut keluar dari dalam maka dihukumi najis seperti muntahan, namun bila tidak dari dalam maka dihukumi suci seperti air liur. Beliau kemudian mengutip pendapat dari gurunya bahwa tinta hitam tersebut tidak dapat disamakan dengan muntahan karena tinta tersebut diciptakan oleh Allah secara khusus untuk hewan tersebut.
Namun, Al-Habib ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin ‘Umar al-Masyhur berpendapat lain. Beliau mengatakan Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 15 bahwa tinta hitam tersebut adalah najis sehingga tidak dapat dikonsumsi. Beliu berpijak pada kaidah umum dimana setiap sesuatu yang berada di dalam tubuh yang bukan bagian organ tubuh tersebut, maka dihukumi najis. Karena cairan tersebut adalah darah dan serupa (dengan darah).
Pendapat saya, tinta ini tentu tidak dapat disamakan dengan muntahan karena dari berasal dalam dan tidak dari bagian sistem pencernaan. Tinta ini juga tidak serupa dengan darah, karena komponen darah adalah berbagai macam sel, hormon, protein, lemak dsb. Sedangkan tinta ini sebagian besar adalah melanin.
Namun, jika mengacu pada kaidah umum yg dapat ditemukan dalam kitab-kitab fiqih bahwa setiap sesuatu yg keluar dari dua lubang (anus dan kemaluan) adalah najis, maka pendapat Habib Abdurrahman dapat dibenarkan, karena tinta ini keluar melalui anus, meskipun dari sistem yang berbeda.
Alasan yang dikutip oleh Syekh Thaifir bahwa tinta ini diciptakan khusus oleh Allah untuk hewan ini sangat tepat (tidak ada di hewan-hewan). Artinya beliau mengecualikan dari kaidah umum tersebut untuk kasus tinta cumi/sotong ini.
Akhirnya, saya kembalikan kepada masing-masing pribadi untuk memilih kedua pendapat tersebut. Karena masing-masing memiliki alasan yg benar secara hukum dan ilmiah. Selain itu, saya tidak dalam kapasitas mentarjih kedua qoul ulama-ulama yang sahleh tersebu. Allahu yarhamuhuma. Al-fatihah.
(Mahasiswa Pascasarjana IPB dan Mudir Ma’had Jawi)

KH. Raden Abdullah Bin Nuh atau sering dikenal dengan Mama ABN merupakan ulama dari Bogor yang mendunia. Saking cintanya dengan karya-karya Imam Al-Ghazali, beliau dijuluki dengan Al-Ghazali dari Indonesia. Dalam sebuah kitab Masterpiece-nya “Ana Muslim Sunni Syafi’i, beliau menunjukkan pembelaan kepada kaum sufi di bagian akhir kitabnya. Beliau membahas cukup panjang, diantaranya akidah kaum sufi, amaliyah (suluk), karomah, syathathat, dan lain-lain.

Dalam pembelaanya, beliau banyak sekali mengutip pendapat-pendapat Ibnu Hajar Al-Haitami. Beliau menceritakan kekeramatan para wali Allah seperti Syekh Ibnu Arabi, Syeh Abdul Qodir Al-Jailani, Imam Junaid Al-Baghdadi, Abu Yazid Al-Busthomi, Syekh Ibnu Al-Faridh dan ulama sufi lainnya. Yang menarik bagi saya, beliau mengisahkan orang-orang yang “kualat” karena mengingkari ke-wali-an ulama sufi tersebut dan bahkan mengkafirkannya.

Berikut saya ceritakan ulang apa yang disampaikan beliau dalam kitabnya, yang saya sajikan dalam bentuk tanya jawab:

Abu Said Abdullah bin Ibnu Abu Ashirun, seorang imam madzhab Syafi’i mengisahkan:

“Aku pergi ke Baghdad untuk menimba ilmu. Bersamaan dengan itu, Abu As-Saqa juga pergi ke Baghdad, yaitu ke Nazhamiyyah. Kami menuntut ilmu disana dan sering mengunjungi orang-orang saleh. Konon, di Baghdad ada seorang saleh yang masyhur disebut sebagai “Al-Ghoust” (Penolong). Kemudian, Aku, As-Saqa dan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (saat itu masih muda) mengunjungi orang saleh tersebut”

Ditengah perjalanan kami berbincang-bincang:

Ibnu As-Saqa : “Aku akan bertanya kepadanya perihal sesuatu yang ia tak bisa jawab”

Abu Ashirun : “Aku akan bertanya suatu hal saja”

Syekh Abdul Qadir: “aku akan bertanya kepada beliau kalau aku sudah ada di hadapannya sambil menunggu berkah karena bertemu beliau”

Akhirnya, mereka bertiga sampai di rumah beliau. Setelah, mereka masuk. Syekh Al-Ghoust memandang Ibnu As-Saqa dengan menunjukkan kemarahannya dan berkata:

“Celaka kau, wahai Ibnu As-Saqa, kau bertanya sesuatu yang menurutmu aku tak bisa menjawabnya, pertanyaanmu ini…dan jawabannya ini… sungguh aku melihat api kekufuran yang menyala-nyala dalam dirimu”

Syekh Al-Ghoust berkata kepadaku: “Pertanyaanmu ini dan jawabannya ini, dunia akan dikumpulkan kepadamu hingga engkau tenggelam olehnya hingga sampai pangkal telingamu karena kelakuanmu yang buruk”

Kemudian, Syekh Al-Ghoust memandang Syekh Abdul Qadir dengan menunduk dan memuliakannya, lalu berkata: “Wahai Abdul Qadir, engkau membuat ridla Allah dan Rasul-Nya dengan budi pekertimu. Aku bermimpi bertemu denganmu di kota Baghdad. Engkau sedang naik di atas kursi memberi khutbah kepada orang, dan berkata “Telapak kakiku ini berada di atas setiap pundak wali Allah”. Aku melihatmu dalam mimpiku, para wali merendahkan pundaknya dan mengagungkanmu”.

Lalu, Syeh Al-Ghoust tersebut menghilang dan tak pernah melihatnya lagi. Singkat cerita, Ibnu As-Saqa melanjutkan pendidikannya dan menjadi orang yang cerdas dan ditugaskan oleh khalifah menjadi diplomat untuk menemui Raja Romawi. Sang Raja justru tertarik dengan penampilannya dan dikumpulkanlah semua pendeta nasrani dan disuruh berdebat dengan Ibnu As-Saqa. Semua dikalahkan oleh Ibnu As-Saqa. Raja Romawi memasang perangkap, yaitu ditampilkan putrinya dihadapannya dan Ibnu As-Saqa tertarik.

Celakanya, Sang Raja Romawi mensyaratkan dan berkata: “Engkau boleh menikahinya asalkan engaku masuk Nasrani”. Akhirnya, Ibnu As-Saqa masuk Nasrani dan menikahinya. Tak lama kemudian, Ibnu As-Saqa sakit keras dan dibuang di pasar oleh pihak istana. Ibnu As-Saqa meminta makanan kepada orang-orang, namun tidak diberikan.

Sempat ada orang yg mengenalnya dan berkata: “Kenapa kamu begini?”

Ibnu As-Saqa: Fitnah menimpaku seperi yang kamu lihat”

“Apakah engkau hafal sesuatu Al-Qur’an?” Tanya orang tersebut

“Tidak kecuali, -orang orang kafir itu sering kali menginginkanmu, kiranya mereka dahulu menjadi muslim (Qs Al-Hijr (15:2))” Jawab Ibnu As-Saqa.

“Aku (Abu Ashirun) sempat melihatnya (Ibnu As-Saqa) dalam keadaan terbakar saat ia sekarat menjelang ajalnya. Lalu, aku menghadapkannya ke arah kiblat, namun ia berguling lagi ke arah timur lagi. Hingga, ia menjemput ajalnya dengan wajah menghadap ke timur. Konon, ia (Ibnu As-Saqa) pernah mengisahkan perkataan seorang wali yang disebut Al-Ghoust dan ia pun sadar bahwa dirinya sakit karena itu.”

Baca juga: Menolong Kucing Kedinginan, As-Syibli Diampuni Segala Dosanya

“Sedangkan aku (Abu Ashirun) datang ke Damaskus dan dipaksa oleh Sultan Nuruddin Asy-Syahid sebagai Kepala Perwakafan hingga aku mendapatkan penerimaan harta yang amat banyak”.

Adapun Syekh Abdul Qadir terlihat jelas tenda-tanda kedekatan dengan Allah, bahkan baik orang yang awam maupun yng khusus sepakat bahwa beliau pernah berkata: “Telapak kakiku ini berada di atas pundak setiap wali”.

Mama ABN menuturkan bahwa cerita tersebut mencapai derajat mutawatir secara makna, karena begitu banyak orang yang meriwayatkannya berikut adil periwayatannya.

Semoga kisah ini menjadikan pelajaran bagi kita untuk berhusnudhon dan bersikap sopan kepada wali-wali Allah. Beliau (mama ABN) dalam kitabnya  juga mengisahkan “kualat”-nya seseorang yang mengkafirkan Syekh Ibnu Arabi.

Wallahu a’lam bishoshowab

Artikel ini telah tayang di jatman.or.id

Hamzah Alfarisi

(Mudir Ma’had Jawi)

Saya akan mengulas buku dari Pak Haidar Bagir dan Gus Ulil Abshar-Abdalla yang berjudul -Sains “Religius”, Agama “Saintifik”-. Sesuai dengan judul dari buku di atas, beliau berdua sejatinya ingin menunjukkan bahwa di dalam agama itu mengandung unsur-unsur dari metode saintifik dan di dalam sains itu juga banyak (atau ada) yang dilhami oleh agama atau kitab suci, yang sebentar lagi akan saya ulas.

Sebelum melanjutkan membaca resensi ini alangkah baiknya, Anda mengosongkan hati sementara untuk menerima penjelasannya point by point supaya tidak ter-hijab oleh diri Anda sendiri (berupa perasaan paling benar dan paling tahu). Baik, jika sudah, mari kita simak secara seksama (sambil sruput kopi juga boleh)

Science (ind: sains) memiliki cara pandang dengan cara mengambil jarak dengan objek (alam semesta) yang diobservasi untuk menilai secara objektif melalui seperangkat metode yang dibangun secara sistematis atau yang lebih dikenal dengan “scientific method“.

Rasionalisme dan empirisme menjadi pondasi pengembangan metode-metode sains. Sains selama ini telah banyak mengungkap hukum-hukum alam, yang pada gilirannya menjadi pondasi kemajuan teknologi yang dapat kita rasakan saat ini. Capaian sains inilah yang patut kita apreasisasi. Namun sangat disayangkan, munculnya ekstrimisme sains (atau Quthbisme sains dalam bahasa Gus Ulil) yang berpandangan bahwa sains-lah satu-satunya metode yang sangat objektif, sehingga pada titik yang paling radikal membodohkan para pengikut agama. Diantara yang berpandangan seperti ini adalah Richard Dawkins yang menulis buku “Outgrowing God“. Dawkins menganggap bahwa orang beragama seperti anak kecil yang gagal tumbuh yang pada akhirnya meniadakan Tuhan dan mempromosika atheisme.

Dalam realitainya (entah diakui atau tidak), penemuan-penemuan sains juga diilhami dari kitab suci (Al-Quran) dan mimpi. Saya cuplikkan beberapa contoh: (1) Dmitri Mendeleev mendapatkan ilham tabel periodik unsur kimia dari mimpi, (2) Srinivasa Ramanujan mendapatkan ratusan gagasan matematis dari dewi-dewi saat tidur, (3) Prof Abdus Salam menyumbang penyusunan teori penyatuan gaya elektromagnetik dan nuklis lemah yang terinspirasi dari Al-Quran.

Melanjutkan soal ekstrimisme sains, mereka (para ekstrimis sains) menganggap bahwa proses pencarian pengetahuan selain emprisime dan rasionalisme seperti intuisi dan imajinasi tidak dapat diverifikasi layaknya metode saintifik yang koheren dan dapat direplikasi. Anggapan yang demikian tentu tidak benar, bahwa tokoh-tokoh islam seperti Al-Ghazali, Ibn Arabi (aliran irfan), Suhrawardi (aliran iluminisme), Mulla Shadra (aliran filsafat transenden), beliau mengungkapkan hasil pengalaman mistisnya secara diskursif melalui bahasa proporsional logis. Sehingga, sistem-sitem filsafat tersebut memungkinkan dalam memenuhi syarat ilmiah dalam hal context of justification (pembenaran).

Selain soal ekstrimisme sains, di kalangan umat islam banyak dibentur-benturkan antara sains dan agama, dengan berbagai alasan yang akhirnya timbullah sikap anti-sains. Apakah demikian sikap islam terhadap sains? Mari kita lacak dari sisi historis. Sejak Zaman Nabi SAW, sains kedokteran (prophet healing atau thibb al-nabawi) telah berkembang, hingga pada puncaknya pada abad kemajuan islam, banyak saintis muslim yang membidani cabang ilmu-ilmu sains modern. Saya cuplikkan beberapa saintis muslim diantaranya: (1) Jabir Ibnu Hayyan (Geber, ahli kimia), (2) Abu Bakar Al-Razi (Rhazes, ahli kedokteran), (3) Ibnu Haitsam (AlHazen, ahli optik), (4) al-Farabi (ahli sosiologi), (5) Ibnu Khaldun (ahli sejarah), (5) Ibnu Sina (Avicenna, ahli kedokteran), (6) Al-Khawarizmi (Al Gebra, perintis aljabar).

Sebetulnya, hubungan sains dan agama (islam) adalah baik-baik saja, islam tidak-lah anti-sains. Jadi, hakikatnya sains dan agama ini sengaja dibentur-beturkan. Ada banyak model hubungan sains dan agama menurut ilmuwan diantaranya konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Menengok capaian negara-negara muslim di bidang sains cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak, saintis di dunia arab (17 diantaranya negara-negara anggota OKI) menghasilkan terbitan saintifik sebanyak 13.444 paper pada tahun 2005, yang jumlah ini 2.000 lebih sedikit hasil publikasi Universitas Harvard saja (15.455). Itu dari sisi kuantitas. Dari segi kualitas, hanya 2 negara muslim (Turki dan Iran) dari 45 negara peringkat teratas berdasarkan Relative Citation Index (RCI).

Kemunduran negara-negara muslim di bidang sains ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) sebagian besar negara-negara muslim relatif miskin, sehingga memprioritaskan program jangka pendek, ketimbang perkembangan sains, (2) ada yang termasuk negara kaya, namun lebih suka konsumsi dari pada produksi, (3) kurangnya kebebasan di negara muslim akibat sistem politik otoritarian, (4) ketidakstabilan politik di negara muslim, dan (5) rendahnya kualitas pendidikan masyatakat di negara muslim tersebut. Sebagai langkah maju, Naeem Khan (Asisten Sekjen OKI) memaparkan program-program bagi negara anggota OKI untuk melipatduakan anggaran riset dan publikasi saintifik dan pembagunan infrastruktur teknologi tinggi seperti IISA (inter-islamic Space Agency), dan tecnology parks.

Untuk mengakhiri resensi ini, saya kutipkan quote dari Gus Ulil yang sangat menarik dan patut kita renungkan, berikut:

– “Iman bukan lawan dari pengetahuan. Karena itu, jangan pertentangkan agama dan sains”.-

Penjelasan selengkapnya, bisa Anda baca di buku Sains “Religius” Agama “Saintifik”. Buku dapat dibeli melalui tautan ini: https://mizanpublishing.com/…/sains-religius-agama…

Baca juga: Islam Memandang Animal Welfare

 (Mahasiswa Doktor IPB University & Mudir Ma’had Jawi)
Alkisah, setelah kewafatannya, dalam sebuah mimpi, Abu Bakar As-Syibli ditanya oleh Allah:
“Wahai As-Syibli, tahukah engkau apa yang menyebabkan ku mengampuni segala dosamu”
“Sebab amal sholeh ku, Ya Allah” Jawab Asy-Syibli
“Bukan” kata Allah.
“Sebab ibadah-ibadah ku yang ikhlas” Jawab As-Syibli lagi
“Bukan, As-Syibli” Kata Allah
“Wahai Allah, sebab hajiku, puasaku, dan sholatku” Jawab Asy-Syibli untuk yang ketiga kalinya
“Bukan itu” Kata Allah
“Sebab hijrahku bersama orang-orang sholeh dan mencari ilmu” Jawabnya lagi untuk yang keempat “Bukan” kata Allah lagi “Lalu, sebab apa ya Allah, engkau mengampuniku ?” Tanya As-Syibli balik
“Tidakkah Engkau ingat ? Suatu ketika kamu berjalan di sebuah perkampungan di kota Baghdad. Engkau menemukan anak kucing kecil yang sedang kedinginan. Kucing itu meringkuk karena sangat kedingina. Karena rasa belasa kasihanmu, engkau mengambilnya. Lalu, kamu masukkan kucing itu ke dalam bajumu untuk menghangatkannya.” Tanya Allah
“Hamba ingat kejadian itu, Ya Allah” Jawab As-Syibli
“Sebab belas kasihanmu kepada kucing itulah, aku belas kasihan kepadamu dan Ku ampuni segala dosamu” Tegas Allah.
Kisah ini diceritakan dalam kitab “Nashoihul Ibad” karya ulama nusantara Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi atau sering disebut Imam Nawawi Al-Bantani. Kitab ini merupakan syarah dari Kitab “Al-Munabbihat ala Al-Isti’dat li Yaum Al-Ma’ad” karya Shihabuddin Ahmad Ibnu Hajar Al-‘Astqalani.
Kisah As-Syibli ini mengajarkan kepada kita bahwa amal-amal sholeh yang kita anggap besar tidak dapat menjamin ampunan dan rahmat Allah. Namun, justru amal-amal kecil yang kita anggap sepele bisa menjadi washilah untuk mendapatkan ampunan dan rahmat Allah.
Minum teh setelah makan sudah menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Bahkan, tidak lengkap rasanya bila makan tanpa teh. Namun, apakah kalian tahu bahwa teh mengandung senyawa tertentu yang dapat mengganggu kerja usus ?
Sejarah Teh dan Macam-macamnya
Teh dengan nama ilmiah Camellia sinensis berasal dari Tiongkok. Kemudian, teh sampai ke indoneisa diibawa oleh Andreas Cleyer pada tahun 1664 dan ditanaman dalam skala besar di kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Teh berdasarkan tingkat oksidasinya dikelompokkan menjadi empat yaitu, teh putih, teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. (1) Teh putih dibuat dari pucuk daun yang tidak teroksidasi. (2) Teh hijau dibuat dari pucuk daun yang mengalami proses oksidasi secara minimal dan dihentikan dengan proses pemanasan.
(3) Teh olong yaitu daun teh yang dibuat dengan cara mengoksidasi dengan kadar oksidasi antara teh hijau dan teh hitam. (4) Teh hitam adalah daun teh yang dioksidasi secara penuh (hampir 100%) sekitar dua minggu hingga satu bulan.
Setelah mengetahui berbagai jenis teh, selanjutnya kita bahas pengaruh teh terhadap aktivitas enzim di dalam pencernaan. Enzim pencernaan berfungsi untuk membantu proses pencernaan dalam tubuh. Untuk memahaminya, kita perlu paham tentang proses pencernaan terlebih dahulu. Selanjutnya, kita bahas pengaruh teh terhadap proses pencernaan baik pada pada kondisi sehat atau pada penyakit, khususnya diabetes.
Proses Pencernaan Karbohidrat
Makanan yang kita konsumsi seperti nasi mengandung karbohidrat kompleks. Karbohidrat di dalam mulut akan dipecah oleh enzim alfa-amilase menjadi disakarida atau oligosakarida. Setelah itu, keduanya akan ditelan dan melewati kerongkongan, lambung, dan usus. Di usus halus (intestinum), disakarida atau oligosakarida selanjutnya akan dipecah oleh enzim alfa-glukosidase menjadi monosakarida yaitu glukosa.
Glukosa akan diserap (absorbsi) oleh usus halus dan kemudian masuk ke pembuluh darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Dari penjelasan singkat ini, ada dua enzim kunci dalam pencernaan karbohidrat yaitu enzim alfa-amilase dan alfa-glukosidase. Tanpa kedua enzim tersebut, karbohidrat komplek tidak dapat diserap oleh tubuh.
Pengaruh Teh pada Orang Sehat
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh jenis esktrak teh dapat menghambat kerja dua enzim kunci tersebut. Berdasarkan penelitian Jungbae Oh dkk (2015), teh mampu menghambat kerja enzim glukosidase dan alfa-amilase yang menganggu proses pencernaan karbohidrat. Daya hambat tertinggi ditunjukkan secara berurutan oleh teh hitam, teh oolong, dan teh hijau.
Menurut hasil penelitian Satoh dkk (2015) dari Hokkaido Pharmaceutical University School of Pharmacy mengungkapkan bahwa ekstrak teh mengandung senyawa phloretin dan phloridzin yang menganggu masuknya glukosa ke dalam usus. Pada orang sehat, konsumsi teh dengan jumlah yg berlebihan dapat menggangu penyerapan glukosa ke usus. Namun, penghambatan masuknya glukosa ke dalam usus ini bermanfaat bagi seseorang yang sedang menjalankan program diet atau penderita diabetes.
Pengaruh Teh pada Penderita Diabetes
Pada orang sehat, meminum teh dapat menggangu penyerapan glukosa, namun justru pada penderita diabetes sangat bermanfaat. Mengapa? Karena penderita diabetes terjadi gangguan penyerapan glukosa oleh tubuh yang menyebabkan kadar glukosa yang tinggi di dalam darah.
Kadar glukosa tinggi ini dapat memperburuk penyakit diabetes yang dapat menstimulasi komplikasi. Oleh karena itu, minum teh sebelum atau bersamaan dengan mengkonsumsi karbohidrat dapat menghambat kerja enzim alfa-glukosidase dan alfa-amilase yang menyebabkan penyerapan glukosa terganggu dan kenaikan kadar glukosa darah dapat dicegah. Oleh karena itu, minum bermanfaat bagi penderita diabetes untuk mencegah naiknya kadar glukosa dalam darah.
(Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB & Mudir Ma’had Jawi)
Munculnya Isu Animal Welfare
Isu animal welfare (kesejahteraan hewan/kesrawan) mulai diperbincangkan sejak awal abad ke-15 sebagai bentuk kedekatan manusia dengan hewan, kemudian terus bergulir. Di beberapa negara seperti Amerika Utara dan Irlandia, undang-undang yang mengatur perlindungan hewan telah disahkan. Pada tahun 1967, seorang petani asal inggris dan seorang aktivis animal welfare, Peter robert, memprotes dan melawan tindakan kekerasan pada hewan dengan membentuk Compassion in World Farming. Tindakan Peter itu dilatarbelakangi oleh peternakan intensif broiler yang tidak memperhatikan kesejahteraan hewan.
Five of Freedom (FoF) (5 Kebebasan)
Puncaknya pada tahun 2004, Office International des Epizooties (OIE) atau Organisasi Kesehatan Hewan Dunia mengeluarkan standar-standar animal welfare yang mengatur kondisi hewan di bawah pengaturan manusia. FoF yaitu:
1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)
2. Freedom from thermal and physical discomfort (bebas dari panas dan rasa tidak nyaman)
3. Freedom from injury, disease and pain (bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit)
4. Freedom to express most normal pattern of behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan alamiahnya)
5. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan)
Islam Memperlakukan Hewan
Isam muncul pada abad ke-7 yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus untuk memberikan rahmat (kasih sayang) kepada semesta alam seperti dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107. Definisi alam yg dimaksud disini adalah selain Allah. Jadi kasih sayang Nabi SAW kepada manusia, jin, hewan, tumbuhan, mikroba, virus, dan makhluk Allah yang lain.
Islam sangat menjunjung tinggi kesejahteraan hewan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama makhluk Allah. Islam memandang hewan dan makhluk hidup lain sebagai hamba Allah yang sama-sama beribadah kepada-Nya. Seperti dalam surah Al-An’am ayat 38:
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا طٰۤىِٕرٍ يَّطِيْرُ بِجَنَاحَيْهِ اِلَّآ اُمَمٌ اَمْثَالُكُمْ ۗمَا فَرَّطْنَا فِى الْكِتٰبِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ يُحْشَرُوْنَ
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.”
Islam memandang hewan secara proporsional, tidak seperti faham animal right yang melarang bentuk pemanfaatan hewan seperti untuk konsumsi, pakaian, objek penelitian, dan pembebanan dalam suatu pekerjaan. Islam melegalkan bentuk pemanfaatan hewan seperti untuk tujuan konsumsi, untuk kendaraan, atau untuk tujuan-tujuan lain. Ini dijelaskan oleh Allah dalam al-quran surat Ghofir Ayat 79-80:
“Allah-lah yang menjadikan hewan ternak untukmu, sebagian untuk kamu kendarai dan sebagian lagi kamu makan (79). Dan bagi kamu (ada lagi) manfaat-manfaat yang lain padanya (hewan ternak itu) dan agar kamu mencapai suatu keperluan (tujuan) yang tersimpan dalam hatimu (dengan mengendarainya). Dan dengan mengendarai binatang-binatang itu, dan di atas kapal mereka diangkut (80).”
Nabi Muhammad SAW menunjukkan sifat kepedulian terhadap kesejahteraan hewan, seperti yang dijelaskan dalam banyak riwayat hadist, dimana beliau mengasihi kucing, burung, anjing, dan hewan-hewan lain.
“Diriwayatkan dari Sa’ad Bin Jubair berkata: suatu ketika aku dihadapan Ibnu Umar, kemudian ada sekelompok orang lewat yang menjadikan sasaran lempar seekor ayam betina. Saat melihat ada Ibnu Umar, mereka berpisah menjauhinya. Ibnu Umar berkata: “Siapa yang melakukan ini ? Sesungguhnya Nabi SAW melaknat orang yang melalukan seperti ini (sasaran lempar) kepada hewan” (HR Bukhari No. 5515).
Pada abad ke-12 , jauh sebelum muncul isu animal welfare di barat, seorang ulama dengan gelar Sulthanul Ulama Syaikh Izzuddin Bin Abdissalam telah merumuskan dan memerinci hak-hak hewan yang harus dipenuhi oleh manusia bila memeliharanya. Hal itu ditulis oleh beliau dalam sebuah kitab Qawaaid Al-Ahkam fi Mashaalih Al-Anam, Juz 1 Halaman 167:
ﺣﻘﻮﻕ البهائم ﻭاﻟﺤﻴﻮاﻥ ﻋﻠﻰ اﻹﻧﺴﺎﻥ، ﻭﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻨﻔﻖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻧﻔﻘﺔ ﻣﺜﻠﻬﺎ ﻭﻟﻮ ﺯﻣﻨﺖ ﺃﻭ ﻣﺮﺿﺖ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻬﺎ، ﻭﺃﻻ ﻳﺤﻤﻠﻬﺎ ﻣﺎ ﻻ ﺗﻄﻴﻖ ﻭﻻ ﻳﺠﻤﻊ ﺑﻴﻨﻬﺎ ﻭﺑﻴﻦ ﻣﺎ ﻳﺆﺫﻳﻬﺎ ﻣﻦ ﺟﻨﺴﻬﺎ ﺃﻭ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺟﻨﺴﻬﺎ ﺑﻜﺴﺮ ﺃﻭ ﻧﻄﺢ ﺃﻭ ﺟﺮﺡ، ﻭﺃﻥ ﻳﺤﺴﻦ ﺫﺑﺤﻬﺎ ﺇﺫا ﺫﺑﺤﻬﺎ ﻭﻻ ﻳﻤﺰﻕ ﺟﻠﺪﻫﺎ ﻭﻻ ﻳﻜﺴﺮ ﻋﻈﻤﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﺒﺮﺩ ﻭﺗﺰﻭﻝ ﺣﻴﺎﺗﻬﺎ ﻭﺃﻻ ﻳﺬﺑﺢ ﺃﻭﻻﺩﻫﺎ ﺑﻤﺮﺃﻯ ﻣﻨﻬﺎ، ﻭﺃﻥ ﻳﻔﺮﺩﻫﺎ ﻭﻳﺤﺴﻦ ﻣﺒﺎﺭﻛﻬﺎ ﻭﺃﻋﻄﺎﻧﻬﺎ، ﻭﺃﻥ ﻳﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﺫﻛﻮﺭﻫﺎ ﻭﺇﻧﺎﺛﻬﺎ ﻓﻲ ﺇﺑﺎﻥ ﺇﺗﻴﺎﻧﻬﺎ، ﻭﺃﻥ ﻻ ﻳﺤﺬﻑ ﺻﻴﺪﻫﺎ ﻭﻻ ﻳﺮﻣﻴﻪ ﺑﻤﺎ ﻳﻜﺴﺮ ﻋﻈﻤﻪ ﺃﻭ ﻳﺮﺩﻳﻪ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺤﻠﻞ ﻟﺤﻤﻪ.
Hak-hak hewan ternak atas manusia yaitu: (a) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari jenis hewan-hewan tersebut, walaupun hewan-hewan tersebut telah menua atau sakit yang tidak dapat diambil manfaatnya; (b) tidak membebani hewan-hewan tersebut melebihi batas kemampuannya; (c) tidak mengumpulkan di antara hewan tersebut atau antara hal-hal yang membuat hewan tersebut terluka, baik dari jenisnya atau selain dari jenisnya dengan mematahkan tulangnya, menusuk, atau melukainya; (d) menyembelihnya dengan baik jika menyembelihnya, tidak menguliti kulitnya dan tidak pula mematahkan tulang hingga hewan tersebut menjadi dingin dan hilang hidupnya, tidak menyembelih anak hewan tersebut di depannya, namun mengisolasinya; (e) membuat nyaman kandang dan tempat minumnya,
(f) menyatukan antara jantan dan betina bila telah datang musim kawin; (g) tidak membuang buruannya, (h) tidak menembak dengan apapaun yang mematahkan tulangnya atau membunuhnya dengan benda-benda yang menyebabkan tidak halal dagingnya.
Korelasi Animal Welfare dan Syariat Islam
Bila kita mencermati isi dalam five of freedom dengan nash-nash dalam alqur’an, hadist, atupun hukum fiqih pada uraian di atas tidak bertentangan. Keduanya sejalan dalam konteks memerlakukan hewan. Oleh karena itu, animal welfare yang dalam hal ini direpresentasikan dengan FoF tidak bertentangan dengan syariat islam dan bahkan sejalan dengan syariat islam.
(Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kedokteran Hewan IPB & Khadim Ma’had Jawi)