Idul Adha atau yang dikenal dengan Hari Raya Kurban adalah salah satu perayaan penting dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Hari raya kurban atau Idul Adha merupakan salah satu dari dua hari raya besar dalam Islam, Idul Adha memiliki makna dan simbolik yang mendalam bagi umat Muslim.

Idul Adha mengingatkan kita akan kesediaan Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS (Nabi Ishaq AS menurut sanad yang diangkat oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani), sebagai perintah dari Allah SWT. Ketika Nabi Ibrahim bersiap untuk menyembelih putranya, Allah menggantikan dengan seekor domba.

Peristiwa ini menunjukkan kepatuhan dan keimanan yang teguh kepada Allah, serta mengajarkan umat Muslim untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kesetiaan, pengorbanan, dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Selain sebagai simbol ketaatan dalam menjalankan terhadap Allah SWT,  menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha juga menumbuhkan sikap altruistik yakni perilaku  membahagiakan orang lain, dan tidak hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri.

Baca juga: Kurban Satu Kambing Secara Patungan ? – Ma’had Jawi (mahadjawi.com)

Dalam praktiknya, umat Muslim seringkai berpikir untuk menggabungkan antara kurban dengan aqiqah. Hal ini disebabkan karena sebagian belum sempat diaqiqah ketika masih kecil. Lantas, bagaimana hukum menggabungkan niat kurban dan aqiqah? Bolehkan menggabungkan niat kurban dan aqiqah?

Para ulama Safi’iyah, memiliki perbedaan pandangan terhadap hukum menggabungkan niat kurban dan aqiqah, sebagaimana penjelasan berikut ini:

Pertama, merujuk pada kutipan Al Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa seseorang yang berkurban dan belum diaqiqahi oleh orang tuanya, maka kurbannya sudah cukup tanpa perlu beraqiqah.

فتح الباري لابن حجر – (ج 15 / ص 397) وَعِنْد عَبْد الرَّزَّاق عَنْ مَعْمَر عَنْ قَتَادَةَ ” مَنْ لَمْ يَعُقّ عَنْهُ أَجْزَأْته أُضْحِيَّته ” وَعِنْد اِبْنِ أَبِي شَيْبَة عَنْ مُحَمَّد بْن سِيرِينَ وَالْحَسَنِ ” يُجْزِئ عَنْ الْغُلَام الْأُضْحِيَّة مِنْ الْعَقِيقَة

Artinya: “Menurut Abdur Razzaq, dari Ma’mar dari Qatadah mengatakan “Barangsiapa yang belum diaqiqahi maka cukup baginya berkurban”. Menurut Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad ibn Sirin dan al-Hasan mengatakan “Cukup bagi seorang anak kurban dari aqiqah”

Kedua, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, berpendapat bahwa seseorang yang menggabungkan niat kurban dan akikah hanya akan mendapatkan pahala salah satunya saja.

Ketiga, Imam Romli berpendapat bahwa, apabila seseorang berkurban sekaligus beraqiqah pada tanggal 10-13 Dzulhijjah maka bisa mendapatkan pahala kedua-duanya. Hal ini tentunya harus sesuai juga dengan ketentuan aqiqah yaitu satu kambing untuk perempuan dan dua kambing untuk laki-laki. Selain itu, tentunya orang yang berkurban juga harus meniatkan dalam hatinya untuk berkurban dan beraqiqah sekaligus. Apabila tidak diniati, maka tidak bisa mendapatkan pahala keduanya.

(مسألة): لو نوى العقيقة والضحية لم تحصل غير واحدة عند (حج) ويحصل الكل عند (م ر)

Artinya : [Masalah] Jika ada orang berniat melakukan aqiqah dan kurban (secara bersamaan) tidak berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar (Al Haitami) dan berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Romli. (Ibnu Hajar Al Haitami, Itsmidil Ain, [Darul Fikr], h:127)

Sumber: NU Online

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *