Meraih Haji Mabrur, Kenali Cirinya | NU Online Jatim

Sumber Gambar : NU Online Jatim 

Haji mabrur menjadi harapan setiap muslim yang melaksanakan ibadah haji. Dalam hadits, disebutkan bahwa balasan bagi yang melaksanakan haji mabrur adalah surga. Oleh karena itu, setiap muslim yang berkesempatan untuk menunaikan haji hendaknya berupaya agar hajinya menjadi mabrur.

Haji merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang sudah mampu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pergi haji juga bisa diartikan sebagai jihad di jalan Allah, di mana seseorang mencurahkan harta, tenaga, serta meninggalkan keluarga dan negara untuk menuju Tanah Haram sebagai bentuk panggilan-Nya.

Sebagai harapan bagi mereka yang melaksanakan haji, haji mabrur menjadi tujuan utama. Sebagaimana sabda Rasulullah,

الْحَجَّةُ الْمَبْرُورَةُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Artinya: Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga. (HR An-Nasa’i)

Pengertian mabrur dalam konteks haji dapat dijelaskan melalui beberapa pendapat ulama.
  1. Haji yang tidak tercampuri dengan maksiat

Dalam hal ini, mabrur berasal dari kata “al-birr” yang berarti ketaatan. Dalam pandangan ini, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan sepenuh hati dalam ketaatan kepada Allah SWT, tanpa tercampur dengan dosa. Sebagaimana pendapat Muhyiddin Syarf an-Nawawi.

قَالَ النَّوَوِيّ مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَا يَقْتَصِر لِصَاحِبِهَا مِنْ الْجَزَاء عَلَى تَكْفِير بَعْض ذُنُوبه لَا بُدّ أَنْ يَدْخُل الْجَنَّة قَالَ : وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة

Artinya: Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga”  adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk surga.
Imam Nawawi berkata: Yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan. 
(Lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz, V, halaman: 112).

2. Haji yang diterima dan dibalas dengan pahala yang baik

Bukti diterimanya haji seseorang adalah perubahan menjadi lebih baik setelah melaksanakan haji dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.

وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي

Artinya: Ada pendapat yang mengatakan: Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan. (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, halaman: 112).

3. Haji yang tidak disertai dengan niat riya (pamer) dan tanpa diiringi kemaksiatan

Dalam intinya, semua pendapat tersebut saling terkait dan saling mendukung satu sama lain. Haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan memenuhi segala ketentuan dan tuntutan yang ada. Dalam melaksanakan haji, seorang muslim harus berupaya menjalankan haji dengan sepenuh hati, tanpa disertai dengan niat riya, dan menjauhi perbuatan maksiat.

Baca juga : Merokok di Kawasan Masjid Nabawi? Awas Denda!

Predikat mabrur sejatinya merupakan hak prerogatif Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun, orang yang meraih haji mabrur tentu memiliki ciri-ciri khusus.

Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan ciri-ciri atau tanda-tanda bagi setiap orang yang mencapai predikat mabrur dalam ibadah haji. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.

قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Artinya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’”

Walaupun hadits ini divonis munkar syibhul maudhu’ oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, tetapi ada riwayat lain yang marfu’ dan memiliki banyak syawahid. Bahkan divonis Shahihul Isnad oleh Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya, meskipun tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebagaimana Imam Badrudin Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya juga mengutip hal yang sama.

سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه

Artinya, “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.”

Dalam hadits di atas, terdapat tiga ciri mabrurnya haji seseorang.
  1. Pertama, adalah berbicara dengan kata-kata yang baik dan santun (thayyibul kalam).
  2. Kedua, adalah menyebarkan kedamaian (ifsya’us salam).
  3. Ketiga, adalah memiliki kepedulian sosial, yaitu memberi makan kepada orang yang lapar (ith’amut tha’am).

Dari tiga ciri ini, dapat disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diraih oleh seseorang yang menjalankan ibadah haji tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadinya, tetapi juga memiliki dampak sosial yang besar dalam lingkungan mereka yang berangkat haji. Wallahu a‘lam.

Sumber : NU Online

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *