Ketika mendengar istilah ‘Rebo Wekasan’, mungkin banyak orang yang sudah tidak asing dengan istilah itu. Rebo Wekasan, yang juga dikenal sebagai Rabu Pungkasan, merujuk pada Rabu terakhir dalam bulan Shafar dalam kalender Hijriyah menurut orang Jawa.

Jauh sebelum ada istilah ‘Rebo Wekasan,’ orang-orang Jahiliyah telah mempercayai bahwa Rabu terakhir dalam bulan Shafar membawa sial. Namun, perlu dicatat bahwa keyakinan ini hanyalah asumsi semata.

Lebih parahnya lagi, mereka tidak hanya memandang Rabu terakhir dalam bulan Shafar sebagai hari sial, tetapi juga menganggap setiap Rabu terakhir dalam bulan lainnya memiliki sifat serupa.

Rasulullah SAW kemudian datang dan memberikan pencerahan kepada mereka yang hidup dalam kegelapan dan dosa di masa Jahiliyah. Bahkan sebelum menerima wahyu sebagai rasul terakhir, Rasulullah menolak mengikuti tradisi Jahiliyah, termasuk tradisi Rabu terakhir dalam bulan Shafar yang dianggap sebagai hari yang penuh dengan bala, penyakit, dan sial.

Sebaliknya, Rasulullah SAW malah mengadakan pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah al-Kubro pada Rabu terakhir bulan Shafar, seolah-olah menentang keyakinan Jahiliyah yang menyatakan bahwa hari tersebut adalah hari yang buruk.

Selain itu, Rasulullah SAW juga mengadakan pernikahan putri semata wayangnya, Sayyidah Fatimah, dengan Sayyidina Ali RA pada hari Rabu tersebut, sesuai dengan penjelasan dalam nadham oleh Habib Abu Bakar al-Adni yang secara eksklusif membahas hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar.

Baca Juga: Bulan Dzulqa’dah: Keutamaan dan Momen Penting

Habib Abu Bakar al-Adni juga menyebutkan beberapa peristiwa penting lain yang juga terjadi pada hari Rabu tersebut, antara lain; Hijrah Baginda SAW dan bermalam di Gua Tsur, Perang Abwa, perang Khaibar, dan peristiwa-peristiwa lain yang bernilai positif.

Sementara itu, Syekh Abdul Hamid Quds, dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur, menjelaskan bahwa banyak para Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual yang tinggi (kasyaf) mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah swt menurunkan 320.000 jenis bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Oleh karena itu, para ulama menganjurkan agar umat Islam melaksanakan shalat sunnah yang disebut shalat mutlak atau shalat hajat empat rakaat dengan bacaan surat dan jumlah tertentu pada Rabu terakhir bulan Safar.

Dalam video yang diunggah akun Youtube Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Almaghfirullah Syaikhuna KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen dalam ceramahnya menjelaskan, para ulama ahli kasyaf berkata bahwa Rebo Wekasan adalah tempatnya bala dan cobaan.  “Oleh karena itu, di hari Rabu Wekasan itu dianjurkan salat empat rakaat, membaca Surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, kalau kamu membaca 17 kali maka kamu akan hidup enak, orang yang memusuhimu akan tertumpas,” jelas Mbah Moen

Setelah itu, membaca Surat Al-Ikhlas 5 kali, Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas. Lantas apa alasan membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak lima kali saat Salat Rebo Wekasan? “ Surat Al-Ikhlas mengandung maksud bahwa semua tujuan diarahkan kepada Allah. Kalau orang sudah dekat dengan Allah, maka itu hal baik,”.

Sedangkan tujuan dari dipilihnya Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas, ialah untuk menolak tanggul adanya bahaya atas izin Allah SWT. “Bahaya dari selatan maka tertolak kembali ke selatan melalui wasilah ayat tersebut,” jelas Mbah Moen.

Mbah Moen juga menjelaskan hikmah dalam momen Rebo Wekasan dan penciptaan bumi oleh Allah di bulan Safar. “Kalau ingat kejadian asal-usul penciptaan dikembalikan kepada Allah, maka akan selamat dari bahaya. Jangan sampai orang hidup di dunia mencari uang saja sampai kesusahan.” tutup Mbah Moen.

Rebo Wekasan tidak melulu dihubungkan dengan stigma negatif seperti keyakinan oleh orang-orang Jahiliyah. Walaupun begitu, penjelasan dari Ulama ahli kasyaf, juga memiliki validitasnya. Mereka menganjurkan berbagai amalan, termasuk banyak berdoa, beristigfar, dan bersedekah pada hari tersebut.

Namun, perlu dicatat bahwa para Ulama ini selalu menekankan bahwa segala hal bergantung pada Allah SWT. Beliau meyakini bahwa penyakit dan kesembuhan semuanya berasal dari Allah, dan tidak ada hari atau waktu tertentu yang membawa kesialan.

Bahkan, beberapa ulama dan tokoh sufi menyatakan bahwa apa pun yang dimulai pada hari Rabu akan mendatangkan berkah dan kesempurnaan. Beberapa kiai bahkan memilih untuk memulai pengajian pada hari Rabu untuk memperoleh keberkahan.

Sumber : NU Online 

PP Al-Anwar

Doa Minum Air Zam-zam, Dibaca Agar Mendapat Berkah

Sumber gambar: Detik.com

Air adalah kebutuhan yang sangat penting dalam menjalankan berbagai fungsi fisiologis dalam tubuh manusia. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makanan selama sebulan, tapi mereka dapat bertahan hidup tanpa air hanya selama tujuh hari. Bumi memiliki ketersediaan air yang sangat besar, tetapi air minum segar langka. Hanya 2,8% dari total air di bumi adalah air tawar; sisanya adalah air asin yang sulit digunakan. Meskipun sumber air dunia terbatas, ada sumber air bernama Zamzam yang menyediakan air bagi miliaran orang.

Air Zamzam telah menjadi bagian integral dari sejarah, budaya, dan spiritualitas Islam sejak zaman Nabi Ibrahim as dan putranya, Nabi Ismail as. Mengalir di dalam Masjidil Haram, di kota suci Makkah, Saudi Arabia, air ini memiliki makna yang mendalam bagi jutaan orang Muslim di seluruh dunia. Air Zamzam bukan hanya sekadar air minum biasa, namun dianggap sebagai karunia yang istimewa dan barokah.

Asal-usul air Zamzam terkait dengan kisah yang menginspirasi. Semua dimulai ketika Nabi Ibrahim menerima mandat dari Allah swt untuk mengasingkan istrinya, Hajar dan sang bayi, Nabi Ismail. Berbekal tekad yang kuat, ketiganya bertolak dari Palestina menuju Ka’bah, menembus pada pasir dan teriknya matahari yang begitu menyengat.

Dalam keputusasaan dan kehausan, Hajar melarikan diri ke Bukit Marwah dengan harapan menemukan bantuan. Namun, dia tidak menemukan apa pun di sana, meskipun dia mencoba sebanyak tujuh kali. Kisah ini kelak menjadi salah satu rukun haji yang disebut Sa’i. Singkat cerita, Hajar mendengar suara gemercik air. Awalnya, dia mengira itu hanya ilusi, tapi kemudian dia melihat sumber suara dan melihat malaikat yang menggunakan sayapnya mengorek tanah di sebelah Ismail, dan air pun muncul. Hajar pun menghampiri sumber air itu dengan gembira dan mengumpulkannya, “Zammî Zammî! (berkumpullah-berkumpullah!),”. Sejak saat itu sumber air tersebut dinamakan Zamzam. (Ibnu Katsir, Qashashul Ambiyâ’, 2018: 109-110)

Air zamzam memiliki keistimewaan dan kemuliaan yang tidak dimiliki air-air lainnya. Saking istimewanya, malaikat Jibril bahkan menggunakan air zamzam untuk membersihkan dada Nabi Muhammad. Menurut buku Air Zamzam Mukjizat yang Masih Terjaga karya Said Bakdasy (2015), malaikat Jibril membelah dada Nabi Muhammad dan membersihkannya dengan air zamzam sebanyak empat kali.

Pertama, ketika Nabi Muhammad berusia empat tahun dan tinggal bersama ibu susunya, Sayyidah Halimah as-Sa’diyah di kampung Bani Sa’d

Kedua, pada usia 10 tahun, menjelang masa taklif (mukallaf). Malaikat Jibril membersihkan hati Nabi Muhammad dengan air zamzam agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang bisa membuat seorang pemuda cacat.

Ketiga, saat Jibril as. membawa wahyu pengangkatan Nabi atau saat Nabi Muhammad berusia 40 tahun, Hikmah dari pembelahan dada ini adalah agar Nabi Muhammad dapat menerima wahyu dengan hati yang kuat, suci, dan diridhai.

Keempat, pada peristiwa Isra Mi’raj, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, malaikat Jibril as. kembali membelah dada Nabi Muhammad dan membersihkan hatinya sebelum perjalanan Mi’raj.

Baca Juga: Haji Mabrur: Kenali Makna dan Ciri-Cirinya

Air Zamzam memiliki keistimewaan yang membedakannya dari air biasa. Hasil review kajian Khalid et al. (2014) yang berjudul Mineral Composition and Health Functionality of Zamzam Water: A Review menunjukkan bahwa dibandingkan 2 sumur terdekat dengan sumur zamzam yaitu sumur Dawoodiyah dan Musfalah, sumur zamzam memiliki Total Padatan Terlarut yang lebih rendah. Artinya, air zamzam memiliki air yang lebih jernih.

Analisis kimiawi juga menunjukkan bahwa air zamzam memiliki kandungan mineral yang unik dan jumlah yang luar biasa. Hasil penelitian menunjukkan adanya 34 unsur dalam air Zamzam, dengan konsentrasi kalsium, magnesium , natrium, dan klorida yang lebih tinggi dibandingkan dengan air alami. Jumlah unsur-unsur seperti antimon (Sb), berilium (Be), bismut (Bi), bromin (Br), kobalt (Co), yodium (I), dan molibdenum (Mo) hanya berada di bawah 0,01 ppm. Kromium (Cr), mangan (Mn), dan titanium (Ti) hanya terdeteksi dalam jumlah yang sangat sedikit. Penting untuk dicatat bahwa jumlah empat unsur beracun – arsenik (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan selenium (Se) – dalam air Zamzam jauh di bawah batas bahaya untuk dikonsumsi manusia. Selain itu, air Zamzam juga memiliki konduktivitas listrik yang lebih tinggi daripada air kemasan.

Kajian ilmiah yang dilakukan oleh El-Maliky et al. (2021) dalam jurnal Biomedicine & Pharmacotherapy juga menunjukkan bahwa Air Zamzam memberikan dampak anti-diabetes dan renoprotektif pada tikus Diabetes Nefropati (DN). Hal ini ditunjukkan dengan kadar glukosa darah yang normal, MAP, HR, tes fungsi ginjal (urea, kreatinin, albumin), histopatologi, dan imunohistokimia caspase 3. Efek renoprotektif air Zamzam mungkin disebabkan oleh aktivitas hipoglikemik, pelepasan insulin, antioksidan, antiinflamasi, dan anti-apoptosis. Oleh karena itu, air Zamzam dapat menjadi bagian dari regimen nutrisi anti-diabetes untuk mencapai efek renoprotektif terhadap DN. Namun, diperlukan lebih banyak uji klinis pada individu sehat dan yang menderita penyakit untuk membuktikan keamanannya.

Namun, jauh sebelum ada penelitian-penelitian itu, Nabi Muhammad saw. sudah menjelaskan keistimewaan dan khasiat air zamzam. Pada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Nabi Muhammad saw. bersabda: Air yang paling baik di muka bumi adalah air zamzam. Ia dapat menjadi makanan yang mengenyangkan dan obat yang menyembuhkan penyakit.

Bagi umat Muslim, air ini memiliki nilai spiritual yang mendalam. Banyak orang Muslim dari seluruh dunia mengambil air Zamzam sebagai hadiah atau meminumnya saat mereka pergi umrah atau haji. Air ini juga dianggap sebagai salah satu bentuk doa yang diterima oleh Allah dan banyak orang yang mendoakan kebaikan dan kesembuhan saat meminumnya. Ada pula yang meyakini dengan meminum air zamzam maka akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal, terutama materi pelajaran atau Al-Qur’an. Maka tidak heran jika umat Islam memiliki keinginan yang tinggi untuk meminum air zamzam. Wallahu ‘alam.

Sumber : NU Online

Idul Adha atau yang dikenal dengan Hari Raya Kurban adalah salah satu perayaan penting dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Hari raya kurban atau Idul Adha merupakan salah satu dari dua hari raya besar dalam Islam, Idul Adha memiliki makna dan simbolik yang mendalam bagi umat Muslim.

Idul Adha mengingatkan kita akan kesediaan Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS (Nabi Ishaq AS menurut sanad yang diangkat oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani), sebagai perintah dari Allah SWT. Ketika Nabi Ibrahim bersiap untuk menyembelih putranya, Allah menggantikan dengan seekor domba.

Peristiwa ini menunjukkan kepatuhan dan keimanan yang teguh kepada Allah, serta mengajarkan umat Muslim untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kesetiaan, pengorbanan, dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Selain sebagai simbol ketaatan dalam menjalankan terhadap Allah SWT,  menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha juga menumbuhkan sikap altruistik yakni perilaku  membahagiakan orang lain, dan tidak hanya memikirkan kebahagiaan diri sendiri.

Baca juga: Kurban Satu Kambing Secara Patungan ? – Ma’had Jawi (mahadjawi.com)

Dalam praktiknya, umat Muslim seringkai berpikir untuk menggabungkan antara kurban dengan aqiqah. Hal ini disebabkan karena sebagian belum sempat diaqiqah ketika masih kecil. Lantas, bagaimana hukum menggabungkan niat kurban dan aqiqah? Bolehkan menggabungkan niat kurban dan aqiqah?

Para ulama Safi’iyah, memiliki perbedaan pandangan terhadap hukum menggabungkan niat kurban dan aqiqah, sebagaimana penjelasan berikut ini:

Pertama, merujuk pada kutipan Al Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa seseorang yang berkurban dan belum diaqiqahi oleh orang tuanya, maka kurbannya sudah cukup tanpa perlu beraqiqah.

فتح الباري لابن حجر – (ج 15 / ص 397) وَعِنْد عَبْد الرَّزَّاق عَنْ مَعْمَر عَنْ قَتَادَةَ ” مَنْ لَمْ يَعُقّ عَنْهُ أَجْزَأْته أُضْحِيَّته ” وَعِنْد اِبْنِ أَبِي شَيْبَة عَنْ مُحَمَّد بْن سِيرِينَ وَالْحَسَنِ ” يُجْزِئ عَنْ الْغُلَام الْأُضْحِيَّة مِنْ الْعَقِيقَة

Artinya: “Menurut Abdur Razzaq, dari Ma’mar dari Qatadah mengatakan “Barangsiapa yang belum diaqiqahi maka cukup baginya berkurban”. Menurut Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad ibn Sirin dan al-Hasan mengatakan “Cukup bagi seorang anak kurban dari aqiqah”

Kedua, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, berpendapat bahwa seseorang yang menggabungkan niat kurban dan akikah hanya akan mendapatkan pahala salah satunya saja.

Ketiga, Imam Romli berpendapat bahwa, apabila seseorang berkurban sekaligus beraqiqah pada tanggal 10-13 Dzulhijjah maka bisa mendapatkan pahala kedua-duanya. Hal ini tentunya harus sesuai juga dengan ketentuan aqiqah yaitu satu kambing untuk perempuan dan dua kambing untuk laki-laki. Selain itu, tentunya orang yang berkurban juga harus meniatkan dalam hatinya untuk berkurban dan beraqiqah sekaligus. Apabila tidak diniati, maka tidak bisa mendapatkan pahala keduanya.

(مسألة): لو نوى العقيقة والضحية لم تحصل غير واحدة عند (حج) ويحصل الكل عند (م ر)

Artinya : [Masalah] Jika ada orang berniat melakukan aqiqah dan kurban (secara bersamaan) tidak berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar (Al Haitami) dan berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Romli. (Ibnu Hajar Al Haitami, Itsmidil Ain, [Darul Fikr], h:127)

Sumber: NU Online

Idul Adha identik dengan ibadah kurban, yang mana kurban menjadi sebuah momentum untuk berbagi dengan sesama. Pada hari itu, semua umat Muslim di berbagai tempat merasakan kenikmatan makan daging kurban. Bagi mereka yang berkecukupan, makan daging adalah hal yang biasa, namun bagi mereka yang kurang mampu, hal ini memiliki makna yang sangat istimewa.

Dalam pelaksanaan kurban, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah hewan kurban yang diperbolehkan. Ada yang berpendapat bahwa satu ekor sapi atau unta mencukupi untuk tujuh orang, sementara yang lain berpendapat bahwa satu ekor kambing dapat digunakan untuk lebih dari satu orang. Lalu, bagaimana hukum dan tata cara mengeluarkan hewan kurban yang dilakukan dengan patungan.

Satu Sapi atau Unta untuk Tujuh Orang

Beberapa ulama berpendapat bahwa satu ekor sapi atau unta mencukupi untuk tujuh orang. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadis yang menguatkan pandangan tersebut. Menurut para imam mazhab sepakat bahwa sapi atau unta cukup untuk tujuh orang. Dalam kitab Al Badrul Munir fi Takhriji Ahadits As Syarh Al Kabir karya Umar bin Ali bin Al-Mulaqqin (Jilid 23 halaman 147 terbitan Darul Ashimah). Hadis dari Jabir bin Abdillah, menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menyembelih satu ekor unta besar untuk tujuh orang. Pendapat ini memiliki dasar kuat dan menjadi pilihan banyak umat Islam. Sebagaimana tercantum pada keterangan berikut.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, ‘Kami pernah menyembelih binatang kurban bersama Rasulullah saw. pada tahun Hudaibiah dengan seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang” (H.R. Bukhari dan Muslim)

KH Abdul Qoyyum Manshur di dalam Youtube Muhibbin Gus Qoyyum juga menjelaskan kebolehan patungan dalam kurban ini yang berlandaskan pada hadits Nabi SAW. Sebagaimana yang tercatat dalam Al-Mustadrak karya Al-Hakim, Ibnu Abbas mengisahkan:

كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر فحضر النحر فاشتركنا في البقرة عن سبعة

Artinya, “Kami pernah berpergian bersama Rasulullah SAW, kebetulan di tengah perjalanan hari raya Idul Adha (yaumun nahr) datang. Akhirnya, kami patungan membeli sapi sebanyak tujuh orang untuk dikurbankan,” (HR Al-Hakim)
Baca juga: Haji Mabrur: Kenali Makna dan Ciri-Cirinya

Satu Kambing untuk Lebih dari Satu Orang

Di sisi lain, ada ulama yang berpendapat bahwa satu ekor kambing dapat diniatkan untuk lebih dari satu orang, bahkan sekeluarga. Dalam kitab Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu Karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Jilid 3 halaman 616-617 terbitan Darul Fikri) mengutip dari hadits Shohih Muslim riwayat dari Aisyah yang menyatakan Rasulullah SAW berkurban dengan kambing gibas diniatkan untuk Muhammad (beliau sendiri) dan keluarga beliau.

Mengutip dari kitab, Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi karya Imam Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim bin al-Mubarok Furi (Jilid 5 terbitan Dar Ihya At-turas Al-Arabi). Abu Ayyub Al-Anshori pernah bercerita sebagaimana hadits berikut.

سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

Artinya: “Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshori, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Seseorang laki-laki berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan sebagian qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi no. 1505)

Imam Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim bin al-Mubarok Furi menyebutkan bahwa para ulama berhujjah terkait hadits tersebut, sesungguhnya kambing 1 ekor cukup untuk 1 laki-laki dan satu keluarganya meskipun jumlahnya banyak.

Hal ini menunjukkan elastisitas syariat Islam yang mempertimbangkan kondisi sosial, kemampuan ekonomi, dan kekuatan niat umat Islam. Perbedaan pendapat ini diharapkan tidak menimbulkan perdebatan yang berarti, karena keduanya memiliki dasar-dasar dalil yang kuat. Tapi untuk semangat ibadah dan sedekahnya lebih maksimal, lebih baik memilih 1 ekor kambing untuk 1 orang. Sehingga, masing-masing orang bisa mengalirkan darah kurban. Mungkin biaya yang dikeluarkan lebih besar, namun banyaknya biaya dalam kurban lebih utama.

Oleh karena itu, lebih baik bagi umat Islam untuk tidak saling menghujat atau menyalahkan satu sama lain dalam hal ini, karena kurban merupakan ibadah sunnah bukan perkara wajib. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan pelaksanaan yang sesuai dengan tuntunan agama. Semoga kurban yang dilakukan oleh umat Islam diterima oleh Allah SWT sebagai bentuk ibadah yang tulus dan taat.

Sumber : Youtube Muhibbin Gus Qoyyum

Meraih Haji Mabrur, Kenali Cirinya | NU Online Jatim

Sumber Gambar : NU Online Jatim 

Haji mabrur menjadi harapan setiap muslim yang melaksanakan ibadah haji. Dalam hadits, disebutkan bahwa balasan bagi yang melaksanakan haji mabrur adalah surga. Oleh karena itu, setiap muslim yang berkesempatan untuk menunaikan haji hendaknya berupaya agar hajinya menjadi mabrur.

Haji merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang sudah mampu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pergi haji juga bisa diartikan sebagai jihad di jalan Allah, di mana seseorang mencurahkan harta, tenaga, serta meninggalkan keluarga dan negara untuk menuju Tanah Haram sebagai bentuk panggilan-Nya.

Sebagai harapan bagi mereka yang melaksanakan haji, haji mabrur menjadi tujuan utama. Sebagaimana sabda Rasulullah,

الْحَجَّةُ الْمَبْرُورَةُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Artinya: Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga. (HR An-Nasa’i)

Pengertian mabrur dalam konteks haji dapat dijelaskan melalui beberapa pendapat ulama.
  1. Haji yang tidak tercampuri dengan maksiat

Dalam hal ini, mabrur berasal dari kata “al-birr” yang berarti ketaatan. Dalam pandangan ini, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan sepenuh hati dalam ketaatan kepada Allah SWT, tanpa tercampur dengan dosa. Sebagaimana pendapat Muhyiddin Syarf an-Nawawi.

قَالَ النَّوَوِيّ مَعْنَاهُ أَنَّهُ لَا يَقْتَصِر لِصَاحِبِهَا مِنْ الْجَزَاء عَلَى تَكْفِير بَعْض ذُنُوبه لَا بُدّ أَنْ يَدْخُل الْجَنَّة قَالَ : وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة

Artinya: Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits “Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga”  adalah bahwa ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan ia masuk surga.
Imam Nawawi berkata: Yang paling sahih dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan. 
(Lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz, V, halaman: 112).

2. Haji yang diterima dan dibalas dengan pahala yang baik

Bukti diterimanya haji seseorang adalah perubahan menjadi lebih baik setelah melaksanakan haji dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.

وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي

Artinya: Ada pendapat yang mengatakan: Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan. (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, halaman: 112).

3. Haji yang tidak disertai dengan niat riya (pamer) dan tanpa diiringi kemaksiatan

Dalam intinya, semua pendapat tersebut saling terkait dan saling mendukung satu sama lain. Haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan memenuhi segala ketentuan dan tuntutan yang ada. Dalam melaksanakan haji, seorang muslim harus berupaya menjalankan haji dengan sepenuh hati, tanpa disertai dengan niat riya, dan menjauhi perbuatan maksiat.

Baca juga : Merokok di Kawasan Masjid Nabawi? Awas Denda!

Predikat mabrur sejatinya merupakan hak prerogatif Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun, orang yang meraih haji mabrur tentu memiliki ciri-ciri khusus.

Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan ciri-ciri atau tanda-tanda bagi setiap orang yang mencapai predikat mabrur dalam ibadah haji. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.

قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Artinya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’”

Walaupun hadits ini divonis munkar syibhul maudhu’ oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, tetapi ada riwayat lain yang marfu’ dan memiliki banyak syawahid. Bahkan divonis Shahihul Isnad oleh Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya, meskipun tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebagaimana Imam Badrudin Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya juga mengutip hal yang sama.

سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه

Artinya, “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.”

Dalam hadits di atas, terdapat tiga ciri mabrurnya haji seseorang.
  1. Pertama, adalah berbicara dengan kata-kata yang baik dan santun (thayyibul kalam).
  2. Kedua, adalah menyebarkan kedamaian (ifsya’us salam).
  3. Ketiga, adalah memiliki kepedulian sosial, yaitu memberi makan kepada orang yang lapar (ith’amut tha’am).

Dari tiga ciri ini, dapat disimpulkan bahwa predikat mabrur yang diraih oleh seseorang yang menjalankan ibadah haji tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadinya, tetapi juga memiliki dampak sosial yang besar dalam lingkungan mereka yang berangkat haji. Wallahu a‘lam.

Sumber : NU Online

Setiap tanggal 1 Juni, Hari Lahir Pancasila diperingati sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Menurut Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 1 Tahun 2023, upacara bendera akan diadakan di Lapangan Monumen Nasional (Monas) pada peringatan Hari Lahir tahun ini, yakni Kamis (1/6/2023), di Jakarta, dimulai pukul 08.00 WIB. Upacara ini akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo sebagai inspektur upacara.

Tema Hari Lahir Pancasila 2023 yaitu Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global. Sedangkan tagline atau semboyannya adalah ‘Aktualisasi Pancasila, Energi Pertumbuhan Indonesia’.  Sementara itu, bagi masyarakat Indonesia yang ingin memeriahkan Hari Lahir Pancasila 2023 di media sosial, bisa mengunduh logo dan desain template untuk dipergunakan pada Kamis (1/6/2023). Logo dan desain resmi Hari Lahir Pancasila 2023 bisa diunduh di tautan htpps://harlahpancasila.bpip.go.id 

Menilik kebelakang, Nahdlatul Ulama (NU) secara resmi dan kelembagaan mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Usulan ini disampaikan pada peringatan Hari Lahir Ke-93 NU di Lapangan Candra Wilwatikta, Pasuruan Jawa Timur yang dihadiri sekitar 15.000 orang yang berasal dari warga NU dan ormas-ormas di Jawa Timur. Wacana penetapan Hari Lahir Pancasila muncul karena pentingnya mengokohkan dasar negara sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang justru belum diperingati hari lahirnya.

NU, yang memiliki sejarah panjang dalam merumuskan dan menegakkan Pancasila, memberikan masukan berharga agar Hari Lahir Pancasila ditetapkan pada 1 Juni setiap tahunnya.

Baca Juga : Gandeng Dompet Duafa, Mahad Jawi Terus Gencarkan Program Wakaf 

Usulan NU terkait penetapan Hari Lahir Pancasila juga didasarkan pada tokoh NU yang juga Pahlawan Nasional, KH Masjkur, yang pernah mengusulkan agar 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila.

Berikut proses Penetapan Hari Lahir Pancasila 1 Juni
  • 1 Maret 2016, PWNU Jawa Timur mengadakan seminar “Kembali ke Pancasila” di Surabaya, yang menghasilkan pernyataan sikap bersama untuk menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
  • 9 Maret 2016, PWNU Jawa Timur mengirimkan surat resmi ke PBNU untuk mengusulkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
  • 14 Maret 2016, PBNU secara resmi mengirimkan surat usulan ke Presiden Republik Indonesia untuk menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.
  • 30 April 2016, dalam Apel Besar Harlah ke-93 NU di Pasuruan, disampaikan naskah akademik tentang usulan penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
  • 1 Juni 2016, melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, secara resmi ditetapkan bahwa 1 Juni adalah hari lahir Pancasila dan hari libur nasional.

Sumber: NU Online

Ribuan jamaah haji Indonesia kloter pertama saat ini telah berada di Kota Madinah. Selama di wilayah tersebut, jamaah diimbau untuk memperhatikan kawasan larangan merokok terutama di wilayah markaziyah yaitu kawasan pemondokan jamaah dan seputaran Masjid Nabawi, Madinah.

“Pelanggaran atas larangan merokok di kawasan pemondokan dan Masjid Nabawi akan dikenakan denda 200 SAR oleh otoritas berwenang,” tegas Juru Bicara Panitia Penyeleggara Ibadah Haji (PPIH) Pusat saat menyampaikan keterangan pers update informasi haji di Media Center Haji (MCH) Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.

“Jemaah diharap mematuhi larangan merokok di kawasan yang pemondokan dan Masjid Nabawi, dendanya besar dan dapat mengganggu kenyamanan Jemaah lainnya” imbuh Fauzin.

Fauzin juga mengingatkan kepada jamaah agar tidak sungkan meminta bantuan petugas jika mengalami kesulitan baik di embarkasi, pesawat, maupun di Tanah suci. Dia juga menekankan pentingnya saling membantu antarjemaah, menggunakan identitas pengenal seperti gelang jemaah, dan mengenakan alas kaki serta kaos kaki di luar pemondokan untuk mencegah kaki melepuh.

Baca juga : Bulan Dzulqa’dah: Keutamaan dan Momen Penting

Berdasarkan data dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), sampai pukul 11.00 WIB, jumlah jemaah yang sudah terbang ke Tanah Suci mencapai 33.171 orang atau 87 kloter. Sedangkan yang telah tiba di Kota Madinah sebanyak 30.542 orang atau 80 kloter. Data itu hanya mencakup jemaah, tidak termasuk petugas kloter.

Selain itu, terdapat penambahan dua jemaah yang meninggal dunia, yaitu Langen Delem Dussalam dari kloter 1 Embarkasi Surabaya (SUB) 1, dan Ibnu Syahid Dasjil dari kloter 2 Embarkasi Surabaya (SUB) 2.

Dengan demikian, total jemaah yang meninggal dunia hingga saat ini berjumlah empat orang. Jemaah yang meninggal akan disholatkan jenazahnya di Masjid Nabawi dan dimakamkan di Baqi. Sesuai ketentuan, jemaah yang meninggal akan dibadalkan dalam melaksanakan ibadah haji.

Sumber : Kementerian Agama RI

Mulai Ahad (21/05/2023), umat Islam telah memasuki bulan yang sangat dimuliakan oleh Allah, bulan Dzulqa’dah.  Tentunya, kemuliaan bulan ini harus diimbangi dengan semangat untuk meningkatkan ketaatan dan ibadah. Sebab, setiap ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukan pada bulan haram ini akan dilipatgandakan balasannya.

Baca juga : Sejarah Islam: Lima Perang yang Terjadi Pada Bulan Syawal

Beragam keutamaan di bulan ini dapat menjadi cambuk bagi kita untuk selalu memperbaiki diri dan meningkatkan takwa. Diantara keutamaannya yaitu:

Pertama:

Bulan Dzulqa’dah merupakan bulan ke-11 dalam kalender Hijriyah dan termasuk satu dari empat bulan yang dimuliakan (Asyhurul hurum). Sebagaimana yang telah ditegaskan pada Al-Qur’an surah At-Taubah (9) : 36:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu,” (At-Taubah ayat 36).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa terdapat empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram, dan Rajab. Tentunya, keempat bulan tersebut harus dihormati dan pada waktu itu tidak boleh melakukan peperangan.

Kedua:

Salah satu keistimewaan bulan Dzulqadah adalah bahwa bulan ini termasuk salah satu dari 3 bulan haji, yaitu: Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijah. Ibadah ihram untuk haji tidak sah jika tidak dilakukan pada bulan-bulan tersebut. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an :

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ (البقرة: ١٩٧)

Artinya: “Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi (ditentukan)” (QS al-Baqarah: 197).

Salah satu hikmah adanya bulan haram, terutama bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijah ialah agar pelaksanaan haji di Mekah bisa berlangsung dengan damai dan aman.

Ketiga:

Bulan Dzulqa’dah juga merupakan bulan peringatan bagi umat Islam. Beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam terjadi pada bulan ini, termasuk Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah adalah momentum kesepakatan perdamaian antara Nabi Muhammad dan suku Quraisy. Peristiwa ini memiliki makna penting dalam memperluas penyebaran Islam dan memperkuat fondasi persaudaraan di antara umat Muslim.

Demikian beberapa keistimewaan dan momen penting yang terdapat pada bulan Dzulqa’dah. Dengan mengetahuinya, semoga kita bisa memetik hikmah dan senantiasa meningkatkan kualitas ketaatan kita di bulan mulia ini.

Sumber : NU Online

Bulan Syawal dalam kalender Hijriah adalah bulan yang penting bagi umat Islam karena setelah berpuasa selama sebulan di bulan Ramadan, umat Islam merayakan Idul Fitri pada bulan ini. Namun, bulan Syawal juga dikenal sebagai bulan yang penuh perjuangan dan perang dalam sejarah Islam. Di bawah ini, kita akan membahas perang-perang yang terjadi di bulan Syawal pada zaman Rasulullah SAW.

 

Perang Uhud

Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun ketiga Hijriah. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah SAW bertemu dengan pasukan Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan di dekat gunung Uhud. Pasukan Muslim awalnya berhasil memenangkan pertempuran, namun akhirnya mengalami kekalahan setelah beberapa prajurit Muslim melanggar perintah dan meninggalkan posisi mereka.

 

Perang Hamra’ul Asad

Perang ini merupakan lanjutan dari Perang Uhud. Karena kaum Quraisy memenangkan Perang Uhud, kemudian Rasulullah khawatir mereka akan menyerang Madinah kembali. Karen hal ini, kemudian Rasulullah menghimpun pasukan dengan jumlah yang lebih banyak pada keesokan paginya, yaitu Ahad 8 Syawal 3H. Hal ini kemudian menciutkan nyali kaum Quraisy sehingga tidak jadi menyerang Madinah kembali, tetapi langsung kembali ke Makkah.

 

Perang Khandaq

Perang Khandaq (juga dikenal sebagai Perang Ahzab) terjadi pada bulan Syawal tahun lima Hijriah. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah SAW berhasil mengalahkan pasukan gabungan dari suku-suku Quraisy, Yahudi, dan suku-suku Arab lainnya yang ingin menyerang Kota Madinah.

 

Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani pada bulan Syawal tahun enam Hijriah antara pasukan Muslim dan Quraisy. Perjanjian ini memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk berziarah ke Mekah tanpa rasa takut akan diserang oleh pasukan Quraisy. Perjanjian ini juga memperbaiki hubungan antara kedua belah pihak.

Baca juga: Tinta Hitam Cumi-Sotong: Pandangan Sains dan Fikih Ma’had Jawi (mahadjawi.com)

Perang Hunain

Perang Hunain terjadi pada bulan Syawal tahun delapan Hijriah. Pasukan Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah SAW bertemu dengan pasukan suku Hawazin di lembah Hunain. Meskipun pasukan Muslim awalnya mengalami kesulitan, namun akhirnya berhasil memenangkan pertempuran.

 

Itulah beberapa perang yang terjadi pada bulan Syawal pada zaman Rasulullah SAW. Perang-perang tersebut menjadi bagian dari sejarah Islam yang membentuk keberanian dan semangat perjuangan bagi umat Muslim. Semoga kita dapat belajar dari perjuangan dan kesabaran Rasulullah SAW serta para sahabat dalam menghadapi tantangan dan perjuangan hidup.

Sumber: NU Online

Idul Fitri menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh setiap umat Islam. Terlebih di Indonesia, momen lebaran dianggap dijadikan momen spesial untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat, bermaaf-maafan, dan merayakan kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Di Indonesia, momen Idul Fitri atau momen lebaran juga terkenal dengan banyak tradisi dan kebiasaan uniknya seperti memasak opor dak ketupat lebaran, THR, baju baru, parsel, serta takbir keliling.

Terlepas dari banyaknya tradisi dan kebiasaan unik tersebut, hari Raya Idul fitri memiliki keutamaan tersendiri. Pada saat hari raya Idul Fitri, Allah SWT menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan shalat hari raya idul fitri atau Shalat Id. Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai hal ini, sebagaimana berikut ini:

عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ. 

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan’. Maka Allah swt berfirman: wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.

Baca juga: Yuk Evaluasi Kualitas Puasa Ramadhan Kita- Ma’had Jawi (mahadjawi.com)

Shalat Id menjadi salah satu amalan yang sangat disunnahkan (sunnah muakkadah). Hukum ini berlaku bagi semua muslim dan muslimah. Bagi orang yang di rumah maupun di perjalanan, merdeka maupun hamba sahaya, laki-laki maupun perempuan. Rasulullah sendiri selalu melaksanakannya sampai beliau wafat.

Sunnah lain yang juga utama untuk dilaksanakan saat hari raya Idul Fitri yaitu mandi. Mandi sunnah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, termasuk perempuan yang sedang haid atau nifas. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu dari tengah malam hari raya sanpa matahari terbit esok harinya, dengan membaca niat berikut:

نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى

Artinya “Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”.
Selain kedua amalan di atas, amalan lain yang sunnah dilakukan saat hari raya Idul Fitri yaitu:

a. Menghidupkan malam idul fitri dengan beribadah

b. Memperbanyak membaca takbir

c. Makan sebelum berangkat shalat id

d. Membedakan rute pulang-pergi shalad id

d. Mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri

 

sumber: NU Online